Tuntunan Rasulullah SAW tentang Shalat Jumat dan Keistimewaan Hari Jumat
Jumat, 24 Januari 2014
0
komentar
Dalam Shahih Muslim disebutkan dari Abu Hurairah dan Hudzaifah Radhiyallahu Anhuma, keduanya berkata, “Rasulullah Shallullahu Alaih wa Sallam bersabda, “Allah menyimpangkan orang-orang yang sebelum kita dari hari Jumat. Orang-orang Yahudi
mempunyai hari Sabtu. Orang-orang Nashara mempunyai hari Ahad. Lalu
Allah datang kepada kita dengan menunjuki kita dengan hari Jumat, lalu
menjadikan huri Jumat, Sabtu dan Ahad. Begitu pula mereka akan mengikuti
kita pada hari kiamat. Kita adalah kaum terakhir dari penduduk dunia
dan terdepan (masuk surga) pada hari kiamat, yang ditetapkan bagi mereka
sebelum semua makhluk.“
Di dalam Al-Musnad dan As-Sunan disebutkan dari hadits Aus bin Aus, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
“Di antara hari-hari kalian yang
paling mulia adalah hari Jumat. Pada hari itu Allah menciptakan Adam,
pada hari itu dia dimatikan, pada hari itu dia ditiup, pada hari itu
sangkakala ditiup. Maka perbanyaklah shalawat atas diriku pada hari itu,
karena shalawat kalian akan ditampakkan kepadaku”. Mereka bertanya, “wahai Rasulullah bagaiman shalawat kami ditampakkan kepada engkau, padahal badan engkau telah usang?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah mengharamkan tanah untuk memakan jasad para nabi.“
Di dalam Jami’ At-Tirmidzy disebutkan dari hadits Abu Hurairah, dari Nabi Shallullahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
“Hari paling baik yang di dalamnya
matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, pada
hari itu dia dimasukkan ke dalam surga, pada hari itu dia dikeluarkan
dari sana, dan hari kiamat tidak datang melainkan pada hari Jumat.”
Di dalam Al-Mustadrak disebutkan dengan lafadzh, “pemimpin hari-hari adalah hari Jumat….”
Imam Malik meriwayatkan dalam Al-Muwaththa’, dari Abu Hurairah secara marfu’, “Hari
paling baik yang didalamnya matahari terbit adalah hari Jumat. Pada
hari itu Adam diciptakan, pada hari itu dia diturunkan (ke bumi), pada
hari itu taubatnya diterima, pada hari itu dia meninggal dunia, pada
hari itu kiamat tiba. Tidak ada satupun hewan melata melainkan bersuara
pada hari Jumat sejak dari waktu subuh hingga matahari terbit, karena
sayang terhadap satu saat, kecuali jin dan dan manusia. Pada hari itu
ada satu saat yang tidak ditemui hamba muslim, dia shalat dan memohon
sesuatu kepada Allah, melainkan Allah akan memberikan kepadanya.”
Keistimewaan Hari Jumat
Merupakan tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
untuk mengagungkan hari Jumat ini, memuliakan dan mengkhususkannya
dengan beberapa ibadah. Inilah beberapa kekhususan yang dimiliki hari
Jumat:
- beliau biasa membaca surat As-Sajdah dan Al-Insan pada shalat subuh pada hari Jumat. Ibnu Taimiyah berkata “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca surat ini pada shalat Subuh hari Jumat, karena keduanya membicarakan apa yang pernah terjadi dan yang akan terjadi pada hari Jumat, seperti penciptaan Adam, penyebutan hari berbangkit, pengumpulan manusia, yang semuanya terjadi pada hari Jumat. Maka dua surat ini dibaca pada shalat Subuh hari Jumat untuk mengingatkan umat apa yang akan terjadi pada hari itu.”
- anjuran banyak membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pada malam harinya. Beliau adalah pemimpin semua manusia dan hari Jumat merupakan pemimpin hari-hari, maka shalawat pada hari Jumat mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki hari yang lain, karena setiap kebaikan yang diperoleh umatnya di dunia dan di akhirat lewat beliau. Semua karunia yang mereka peroleh juga terjadi pada hari Jumat.
- shalat Jumat adalah fardhu Islam yang paling kuat dan merupakan perkumpulan orang-orang Muslim paling besar. Maka siapa yang meninggalkan karena meremehkannya, Allah akan menutup hatinya. Kedekatan penghuni surga dengan surga dan kesegeraan mereka masuk surga tergantung dari kedekatannya dengan imam saat shalat Jumat dan kesegeraannya datang ke shalat Jumat.
- perintah mandi pada hari Jumat, yang pelaksanaannya dikuatkan dan bahkan lebih kuat daripada kewajiban wudhu’ karena menyentuh dzakar, lebih kuat daripada melaksanakan shalat witir, lebih kuat daripada bacaan shalawat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada tasyahud akhir.
- memakai wewangian pada hari Jumat lebih baik daripada memakainya pada hari lain.
- bersiwak pada hari Jumat juga lebih mulia daripada bersiwak pada hari lain.
- bersegera pergi ke masjid
- banyak mendirikan shalat dan berdzikir kepada Allah serta membaca Al-Quran hingga imam datang.
- keharusan mendengarkan khutbah. Jika tidak, maka disebut lagha. Padahal siapa saja yang lagha dianggap seperti tidak mengikuti Jumat.
- membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat mempunyai keistimewaan tersendiri, sebagaimana diriwiyatkan Al-Hakim dan Al-Baihaqi dengan riwayat yang shahih.
- tidak dimakruhkan shalat pada saat matahari bergeser dari tengah ufuk pada hari Jumat. Ini menurut pendapat Asy-Syafi’y dan merupakan pilihan Ibnu Taimiyah.
- Imam Muslim meriwayatkan di dalam shahihnya, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca surat Al-Jumu’ah dan Al-Munafiqun atau Al-Ghasyiyah pada shalat Jumat.
- hari Jumat adalah hari ‘Id yang berulang kali terjadi sekali dalam sepekan, sebagaimana yang ditakhrij Ibnu Majah dari Abu Lubabah bin Abdul Mundzir dengan isnad hasan, bahwa hari Jumat itu lebih agung bagi Allah daripada Idul Adhha.
- dianjurkan mengenakan pakaian yang paling bagus menurut kesanggupan ketika pergi shalat Jumat, sebagaimana riwayat Ahmad dari hadits Abu Ayyub dengan isnad hasan.
- dianjurkan untuk membersihkan masjid dan membuatnya wangi ketika mendekati tengah hari, seperti yang dilakukan Umar bin Al-Khaththab di Masjid Nabawy di Madinah.
- tidak diperbolehkan bepergian pada hari Jumat kecuali setelah melaksanakan shalat Jumat, yaitu setelah masuk waktu shalat. Jika bepergian dilakukan sebelum masuk waktu shalat, maka banyak yang memperbolehkannya, apalagi jika untuk berjihad atau untuk keperluan yang nyata.
- setiap langkah kaki orang yang pergi ke shalat Jumat mengandung pahala selama satu tahun, lengkap dengan puasa dan shalat malamnya.
- hari Jumat adalah hari dihapuskannya kesalahan-kesalahan hingga Jumat berikutnya, sebagaimana hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
- jahanam dikobarkan setiap hari jumat,karena hari Jumat merupakan hari yang paling agung di sisi Allah, yang pada hari ini banyak ketaatan dan ibadah dilakukan, yang menghalangi dikobarkannya jahanam. Karena itu kedurhakaan orang yang beriman lebih sedikit pada hari Jumat dari pada hari-hari lain. Berarti pengorbanan ini berlaku di dunia bukan di akhirat.sebab azab di jahanam pada hari akhirat tidak pernah disela dan tidak diringankan dari orang-orang yang memang layak menerimanya.
- pada hari Jumat ada satu saat dikabulkannya doa, yang jika pada saat itu seorang hamba muslim memohon sesuatu kepada Allah, niscaya dia akan memberinya. Saat ini masih berlaku dan tidak pernah dihapus atau dihentikan, namun orang-orang tidak sepakat tentang kapan tepatnya.
- pada hari Jumat ada sholat Jumat yang dikhususkan yang tidak ada dalam sholat jamaah yang lain. Tidak ada penekanan terhadap suatu sholat yang menyamai sholat Jumat kecuali sholat Ashar. Kaum muslimin sepakat bahwa sholat Jumat adalah fardhu ‘ain, kecuali satu pendapat yang dikisahkan dari Asy-Syafi’y, yang mengatakan bahwa hukumnya adalah fardhu kifayah.tentu saja pendapat ini salah.
- di dalamnya ada khutbah yang maksudnya untuk memuji dan mengagungkan Allah, menyaksikan wahdaniyah-Nya, mengingatkan umat tentang hari-hari Allah. Kekuasaannya dan pembalasan-Nya kelak, wasiat takwa dan peningkatan iman.
- Anjuran menjadikan hari Jumat sebagai hari untuk banyak melakukan ibadah dan mengurangi kegiatan keduniaan.
- Hari Jumat yang merupakan ‘Id dalam satu pekan, sementara dalam ‘Id ada penyembelihan qurban, maka qurbannya hari Jumat ialah bersegera pergi ke shalat Jumat.
- Shadaqah pada hari Jumat memiliki keistimewaan daripada hari-hari lain, seperti shadaqah pada bulan Ramadhan yang lebih utama daripada di bulan-bulan yang lain. Jika Ibnu Taimiyah keluar dari rumah untuk pergi ke shalat Jumat, maka dia mengambil apapun yang ada di rumah, seperti roti atau lainnya, lalu dia shadaqahkan di jalan-jalan secara sembunyi-sembunyi.
- Pada hari itu Allah menampakkan Diri di hadapan para wali-Nya di surga dan mereka mengunjungi-Nya. Siapa yang paling dekat diantara mereka dengan Allah saat itu adalah yang paling dekat jaraknya dengan imam pada shalat Jumat.
- Asy-Syahid (yang mempersaksikan) sebagaimana yang difirmankan Allah adalah hari Jumat. Sedangkan al-masyhud (yang dipersaksikan) adalah hari Arafah. Begitulah penafsiran dari Abu Hurairah.
- Semua makhluk, baik langit, bumi, gunung dan lautan, menggigil pada hari Jumat, kecuali jin dan manusia, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat shahih dari Abu Hurairah dan Ka’b.
- Allah menyimpan hari Jumat bagi umat Islam, tidak memberikannya kepada suatu umat hingga umat ini muncul, sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa orang-orang Yahudi mempunyai hari Sabtu dan orang-orang Nasrani mempunyai hari Ahad.
- Hari Jumat merupakan pilihan Allah dari hari-hari dalam satu pekan. Sebagaimana bulan Ramadhan merupakan pilihan-Nya dalam satu tahun. Dan lailatul-qadar merupakan pilihan-Nya dari seluruh malam, dan Makkah merupakan pilihan-Nya dari seluruh tempat di bumi, dan Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam merupakan pilihan-Nya dari semua makhluk.
- Ruh orang-orang yang ada di kubur didekatkan, sehingga mereka bisa melihat siapa yang menziarahi mereka dan mengucapkan salam kepada mereka. Jadi hari Jumat merupakan hari pertemuan antara orang yang sudah meninggal dan orang yang masih hidup. Jika tiba hari kiamat, maka yang terdahulu akan bertemu dengan yang kemudian, penghuni langit bertemu dengan penghuni bumi, yang zalim bertemu dengan orang yang di zalimi, matahari bertemu dengan rembulan.
- Dimakruhkan mengkhusukan puasa pada hari Jumat. Ini merupakan penegasan Ahmad. Sedangkan Malik dan Abu Hanifah memubahkannya, karena dalam hal ini hari Jumat tidak berbeda dengan hari-hari yang lain. Yang pasti, di dalam as-Shahihain disebutkan larangan pengkhususan puasa pada hari Jumat.
- Hari berkumpulnya manusia lalu mereka diingatkan tentang awal mula penciptaan dan hari kembali kepada Allah, mereka diingatkan tentang saat berkumpul pada hari kiamat.
Tuntunan Rasulullah SAW tentang Sholat Jumat
Saat menyampaikan khutbah Jumat, kedua
mata beliau memerah, suaranya lantang, emosinya meningkat, seakan-akan
beliau sedang menyampaikan peringatan kepada pasukan perang. Beliau
biasa memendekkan khutbah dan memanjangkan shalat. Dalam khutbahnya itu
beliau mengajarkan aqidah-kaidah Islam kepada para shahabat dan
syariatnya. Menyampaikan perintah dan larangan kepada mereka jika memang
ada sesuatu yang diperlukan, sebagaimnaa beliau memerintahkan orang
yang baru masuk masjid agar mendirikan shalat dua rakaat (tahiyatul-masjid).
Jika melihat mereka sangat membutuhkan uluran bantuan, maka beliau
memerintahkan agar para shahabat yang lain mengeluarkan shadaqah. Beliau
memberikan isyarat dengan jari telunjuknya saat berdzikir dan berdoa
kepada Allah.
Jika para shahabat sudah berkumpul, maka
beliau keluar dari rumah dan mengucapkan salam kepada mereka. Jika naik
mimbar, beliau menghadapkan seluruh wajah kepada mereka dan mengucapkan
salam. Kemudian duduk. Bilal mengumandangkan adzan. Jika adzan sudah
selesai beliau berdiri menyampaikan khutbah.
Saat berkhutbah beliau melarang orang
yang berjalan melangkahi orang-orang dan menyuruhnya duduk di tempat.
Beliau memotong khutbah jika ada keperluan yang tiba-tiba muncul. Jika
sudah selesai beliu menyempurnakannya. Seperti perbuatan beliau yang
memungut Al-Hasan dan Al-Husein dengan turun dari mimbar, lalu naik lagi
dan menyelesaikan khutbahnya. Beliau berdoa memohon hujan jika saat itu
lama tidak turun hujan. Yang pasti beliau menyampaikan berbagai hal
menurut keadaan. Sehingga terkadang beliau mengucapkan, “kemari hai Fulan, duduk hai Fulan, shalat hai Fulan”
dan lain sebagainya. Beliau tidak memegang pedang atau lainnya, tapi
beliau bersandar kepada sebuah tongkat sebelum naik mimbar. Mimbar
beliau mempunyai tiga tataran. Sebelum ada mimbar itu, beliau pernah
menyampaikan khutbah dengan bersandar kepada batang kurma. Ketika sudah
berpindah ke mimbar, maka batang pohon kurma itu menangis, dan tangisnya
bisa di dengar semua orang yang ada di dalam masjid. Maka beliau
memeluk batang pohon itu hingga diam. Beliau menyampikan khutbah dengan
berdiri, lalau duduk sebentar antara dua khutbah, tanpa mengucapkan dan
tidak ada ucapan apappun, lalu berdiri menyampaikan khutbah kedua. Jika
sudah selesai, Bilal mengumandangkan iqomat. Beliau memerintahkan
orang-orang untuk lebih dekat kepada beliau. Seusai mengerjakan shalat
Jumat beliau masuk rumah dan shalat dua rakaat di rumah. Tapi beliau
memerintahkan orang yang hendak mengerjakan shalat setelah Jumat, dengan
empat rakaat. Ibnu Taimiyah berkata, “Jika beliau shalat di masjid,
maka beliau shalat empat rakaat dan jika di rumah beliau shalat dua
rakaat saja.”
Yang perlu dicatat tidak ada shalat sunat sebelum Jumat. Sebab setelah bilal selesai adzan, maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
langsung menyampaikan khutbah tanpa ada jeda waktu. Inilah yang
terjadi. Maka bagaiman mungkin ada anggapan bahwa setelah Bilal adzan
mereka bangkit untuk mendirikan shalat sunat dua rakaat. Yang demikian
ini adalah orang-orang yang sama sekali tidak mengerti As Sunnah dan
bodoh.
Orang-orang mengatakan ada shalat sunat
sebelum Jumat, berhujjah bahwa shalat Jumat adalah shalat Dzhuhur yang
dipendekkan, sehingga semua yang berlaku untuk shalat Dzhuhur juga
berlaku untuk shalat Jumat. Ini merupakan hujjah yang amat lemah dan
sulit diterima. Shalat Jumat berdiri sendiri yang jauh berbeda dengan
shalat Dzhuhur, bacaannya yang nyaring, rakaatnya, khutbahnya dan
syarat-syarat yang harus dipenuhi. Letak persamaannya hanya pada
waktunya saja. Alasan lain, shalat sunat sebelum Jumat diqiyaskan kepada
shalat sunat sebelum Dzhuhur. Tentu ini merupakan qiyas yang gugur.
Sebab permasalahannya sudah jelas di dalam sunah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, perkataan dan perbuatan beliau serta Khulafa’ur-Rasyidun. Jika As-Sunnah sudah jelas, maka tidak diperlukan lagi qiyas.
Pustaka: Zaadul Ma’ad
Baca Selengkapnya ....